Kata profesor Jerman, Covid-19 tidak berbahaya


Sejumlah profesor Jerman ternyata memiliki pandangan berbeda dengan kebanyakan pakar soal virus corona. Bila pakar lain menyebut Covid-19 berbahaya, profesor Jerman justru berkata sebaliknya.

Pernyataan para Jerman tersebut, termuat dalam majalah Ilmu Pengetahuan Jerman (Blauer Bote Magazin) yang belakangan viral. Dan mereka berani bersilang pendapat, setelah sengaja meneliti para korban corona yang meninggal.

Tertulis dalam majalah tersebut, Profesor Dr. Klaus Püschel, Kepala Forensik Medis di Hamburg-Jerman, misalnya  menuntut Kanzelir Angela Merkel utk mulai mencabut lockdown. Kini saat yang tepat. Krisis Corona harus mendorong pengobatan yang intensif.

Menurut temuannya, Covid-19 adalah virus yang tidak terlalu berbahaya. Jerman harus belajar hidup dengan virus itu tanpa karantina.

Kematian yang diperiksanya, semua memiliki penyakit serius sebelumnya, sehingga kendati berat utk dikatakan, mereka semua tokh akan mati pada tahun ini.


Profesor Dr. Dr. Martin Haditsch, spesialis mikrobiologi, virologi dan epidemiologi infeksi, Austria, menyesalkan banyaknya hambatan utk melaksanakan penelitian post mortem, dengan alasan protokol Covid-19 utk perlindungan infeksi.

Akibatnya tidak bisa diketahui penyebab kematian sebenarnya dari mereka yang dites positif.

Otopsi minimal atau terbatas hanya menemukan apa yang dicari, tetapi temuan penting lainnya tidak terdeteksi. Seandainya dapat diteliti dgn seksama, kematian akibat corona sebenarnya jauh lebih sedikit, daripada angka2 yang dilaporkan.

Dr. Bodo Schiffmann, dokter ahli, menegaskan, ketakutan terhadap Covid-19 didasarkan pada perkiraan angka kematian yang tinggi, seperti dikatakan WHO dan banyak organisasi lain, meliputi 2-4% dari mereka yang tertular.

Ini salah besar. Penularan virus sulit sekali dicegah, shg jumlah infeksi sebenarnya jauh lebih besar daripada yang resmi dilaporkan.

Maka tingkat kematian sebenarnya jauh lebih rendah daripada angka-angka menakutkan itu.


Profesor Dr. Eran Bendavid dan Profesor Dr. Jay Bhattacharya, para profesor medis di Stanford University, AS, mengatakan, secara pribadi, saya menyarankan utk lebih sedikit menghabiskan waktu menonton berita televisi yg cenderung sensasional.

Ini tidak sehat. Covid ini tidak beda dari epidemi flu musim dingin yg buruk.

Data tahun lalu ada 8000 kematian pada kelompok beresiko, antara lain 65% lebih adalah pengidap sakit jantung.

Dan kematian Covid sekarang ini tidak melebihi angka itu. Jadi kita saat ini dilanda epidemi media!

Profesor Dr. John Oxford dari Universitas Queen Mary London, Inggris, ahli virologi dan influenza terkemuka di dunia, menegaskan, bhw yang dibutuhkan saat ini adalah mengendalikan kecamasan.

Media telah menyebabkan kepanikan yang tidak perlu. Media terus-menerus memberitakan peningkatan jumlah kumulatif kasus dan kematian, dan tak hentinya menyoroti para selebritas yang terinfeksi covid.

Padahal, sejak September tahun lalu virus lain telah membuat 36 juta orang Amerika sakit flu dan membunuh 22 ribu diantaranya, namun tidak ada kehebohan sebab tidak diberitakan.


Profesor Dr. Michael Levitt, Profesor Biokimia, Universitas Stanford, AS, pemenang hadiah Nobel Kimia 2013, menjelaskan, jika tiga kali lipat pengetesan dilakukan maka hasilnya yang terinfeksi juga lebih dari tiga lipat.

Hal ini membiaskan perhitungan angka kematian akibat corona. Angka yang menunjukkan jumlah terinfeksi itu dan kenaikannya, selalu dijadikan dasar para pemerintahan menentukan kebijakan. Padahal itu bukan angka aktual.

Profesor Dr. Gerd Bosbach, profesor statistik, matematika dan penelitian ekonomi dan sosial empiris serta penulis buku terkenal "Dusta Dengan Angka":
Kami sudah tahu coronavirus dari masa lalu.

Data faktual menunjukkan bahwa Covid-19 ini kurang berbahaya daripada influenza, yang pernah menjadi wabah serius pada tahun 2017 dengan 27.000 kematian di Jerman.

Kita tidak boleh secara berlebihan hanya peduli pada Corona saja, yang justru memarakkan bencana wabah penyakit lainnya.




Profesor Dr. Jochen A. Werner, Direktur Medis dan CEO University Medical Center Essen, mengatakan, bahwa kemungkinan penerapan herd-immunity lebih cocok melawan virus corona ini.

Data di Korea Selatan menunjukkan 99% kasus aktif hanya menunjukkan gejala ringan dan tidak memerlukan perawatan medis.

Kematian krn Covid-19 hanya ditemukan pada orang2 tua atau mrk yg punya penyakit kronis, seperti diabetis dan jantung.


Padahal virus-flu tidak cuma menyerang orang2 tua dan org sakit kronis, tetapi juga membunuh anak-anak.

Dr. David Katz, Universitas Yale, AS, direktur pendiri Pusat Penelitian Pencegahan Universitas Yale:
Tidak cukup bukti ilmiah yang memastikan tentang besarnya risiko kematian akibat Covid-19.

Kematian yang dilaporkan, adalah 3,4% dari laporan resmi WHO, terkesan mengerikan, namun tidak berarti.

Pasien yang telah dites SARS-CoV-2 secara tidak proporsional sangat besar yang sudah mengidap penyakit parah atau kondisi kesahatan yang buruk lainnya.


Karena sebagian besar sistem kesehatan global memiliki kapasitas pengujian yang terbatas, kesimpulan yang bias segera mencuat tanpa kendali.

Padahal tingkat kematian secara keseluruhan yang 0,05% itu lebih rendah dari flu musiman yang sudah ada sebelumnya.

Oleh sebab itu, lockdown di banyak bagian dunia berpotensi implikasi sosial dan ekonomi yang sangat besar dan sangat tidak rasional. ”

Profesor Dr. John Ioannidis, Universitas Stanford, AS:
Corona ini adalah wabah kepanikan massal.

Satu musim flu rata-rata membunuh sekitar 500.000 orang, Namun tidak ada tindakan khusus yang diambil selama pandemi influenza.


Profesor Dr. Peter C. Gotzsche, peneliti medis dan profesor di University of Copenhagen:
Menurut saya, virusnya hampir sama bahayanya dengan influenza.

Kami melihat ini dalam angka kematian, yaitu sekitar 0,3 hingga 0,7 persen. Itu yang kita lihat pula pada influenza.

Kasusnya mirip. Ini adalah penyakit mirip dengan influenza biasa yang juga menular. Campak bahkan jauh lebih berbahaya.

Profesor Dr. Stefan Hockertz, ahli imunologi dan toksikologi dan Profesor Dr. Andrea Edenharter, profesor hukum:
Kebijakan pembatasan berlebihan saat ini tidak berdasar secara legalitas hukum.


Jurnalisme kini seperti burung beo tanpa kritik dan tidak memiliki logika. Jurnalis bersama politisi kini saling memainkan puting-beliung yang memaksakan kondisi saat ini, shg pihak ketiga yg beda tidak bisa lagi berembuk. Ini kematian dari keterbukaan, yang amat sulit dihidupkan kembali.

Profesor Dr. Michael Meyen, Profesor Ilmu Komunikasi di Ludwig Maximilian University of Munich:
Pemberitaan Corona merupakan pelanggaran konstitusional yang menyebabkan keresahan.

Prof. Schulte-Markwort: Ketakutan korona terselubung tidak dibenarkan oleh angka-angka aktual.

Sumber : Blauerbote

Posting Komentar

0 Komentar